Sabtu merindu di antara jalanan basah, dibawah langit mendung. Kucoba mencari sesesap bau tanah
basah dan semilir angin sejuk dengan aroma hujan nan khas. Tapi ... uurrgghhh
hanya bau asap knalpot yang terbawa angin, tanpa bau yang senantiasa kurindukan
sehabis hujan. Kupusatku inderaku, hening, hingga putaran detik di jam dindingku
terdengar jelas. Pelan kuhirup kembali udara pasca hujan. Huh, hentakan
kakiku kali ini mengakhiri penantian yang sia-sia.
source here |
Sabtu merindu, diantara
crane tinggi yang bertebaran diarea rumahku, celoteh putriku menghancurkan hatiku , “Rasanya sebentar lagi hutan beton
benar-benar akan membabat habis semua pohon disini ya ma? Sepanjang jalan semua
membangun gedung-gedung tinggi. Will be no more tree here, so sad. I am afraid
when I grow older I will only meet artificial tree like that!” Keluhnya sambil menunjuk ke arah pohon buatan
di depan sebuah gedung.
Masygul, 7 tahun lalu,
begitu girangnya anak-anak pindah kemari dari hutan beton Jakarta ke
lingkungan berhutan disini. Setiap pagi burung berwarna-warni bernyanyi di
depan balkoni. Pulang sekolah berkejaran dengan monyet dan squirrel yang
berlarian di tempat parkir. Sekarang, jangankan binatang lucu itu, pohonpun
hanya tersisa hitungan jari.
source here |
kini sabtuku merana, musnah sudah hijau indah
ia tak pernah akan kembali, walaupun kumerindu setengah mati
ia tak pernah akan kembali, walaupun kumerindu setengah mati
No comments:
Post a Comment